Garudeya merupakan salah satu makhluk mitologi budaya Jawa & Bali. Garudeya digambarkan sebagai Garuda yang mengabdikan dirinya untuk dikendarai oleh Dewa Wisnu. Kali ini, Garudeya telah dipilih sebagai nama angkatan kelas akhir, calon mutakharrijīn-mutakharrijāt Madrasah Muallimin Muallimat tahun ajaran 2025/2026.
Garudeya dipandang memiliki aura gagah nan berani. Namun, tak mengurangi kesederhanaannya untuk tetap rendah hati. Begitulah kira-kira kesan pertama (first impression) dari nama tersebut. Lebih luas lagi, di balik nama tersebut, banyak kisah yang panjang dijabarkan dan luas makna-makna yang terkandung dalam nama tersebut. Pada kesempatan ini, kita akan bahas makna Garudeya di tinjau dari visi madrasah, yakni “Berakhlak, Berilmu, Berkiprah”.
Dalam kitab Adiparwa, burung Garuda atau Garudeya dikisahkan sebagai pejuang yang tangguh dan berani dalam mencapai sebuah tujuan mulia, yakni membebaskan ibunya, Dewi Winata, yang ditawan dan diperbudak oleh ular raksasa berkepala dua. Ia rela melintas antar-dunia, yakni dunia bumi dan dunia para dewa (kahyangan) demi itu. Segala tantangan dan rintangan ia hadapi untuk mendapatkan air Amerta demi kebebasan ibunya, sesuai permintaan sang ular.
Di tengah perjuangannya, ia sempat dihalang-halangi oleh dewa penjaga sampai ia berhasil mengalahkan mereka. Kemudian, Garudeya menghadap ke para pembesar dewa seraya menjelaskan cita-cita mulianya dalam tujuannya mengambil air Amerta. Demi kebebasan sang ibu, Garudeya diizinkan untuk membawa kendi berisi air Amerta. Namun, Dewa Wisnu tak membiarkannya membawa air Amerta lewat begitu saja. Dewa Wisnu, yang dibuat kagum oleh kepribadian Garudeya, membuat perjanjian, agar setelah ibunya bebas, Garudeya dapat bersedia menjadi tunggangan pribadinya. Kisah ini juga tersimpan dalam tiga relief Garudeya di Candi Kidal.
Dari kisah tersebut, bisa diambil—setidaknya—tiga sifat utama dari Garudeya:
Budi luhur menjadi sangu khusus bagi Garudeya di setiap kondisi dan situasi yang ia hadapi. Kiranya begitulah yang diharapkan dengan kata “berakhlak”.
Garudeya yang “berilmu” memiliki kecerdasan tinggi dalam memecahkan masalah dengan kapabel. Dengan ketanggapannya, ia dengan tegas dan berani langsung menghadap para dewa.
Dengan kepiawaiannya, Garudeya tak lupa “berkiprah” untuk mengabdikan diri pada ibu dan dewa Wisnu dengan kemanfaatan yang besar.
Atas dasar poin-poin di atas, kita simpulkan dengan menarasikan ulang makna Garudeya sebagai berikut.
“Selalu menjaga sikap sebelum berani terbang tinggi bebas untuk mencapai asa mulia tinggi yang tak terbatas, serta rela turun ke bawah, bertengger dengan kedua kakinya untuk mengabdikan diri pada masyarakat.”
Narasi di atas menjadi simbol dalam harapan agar setiap anggota angkatan dapat mengedepankan tata krama, sebelum berani mengepakkan sayap setinggi-tinggi dalam mencari ilmu dan tujuan mulia. Namun, setelah mencapai tujuan, tetap tak lupa untuk bertengger di dasar bumi sebagai bentuk wujud pengabdian kepada masyarakat luas. Seutas kutipan syair karya Sayidina Ali Ibn Abī Thālib karramallahu wajhah mempertegas:
فَكُن رَجُلاً رِجلُهُ في الثَرى # وَهامَةُ هِمَّتِهِ في الثُرَيّا
“Jadilah seorang pemuda yang walaupun kakinya betapak di muka bumi, ia tetap bercita-cita setinggi langit.”
Cita-cita tinggi harus dibarengi dengan kesadaran diri jika kita masih berada di dasar bumi. Begitulah Garudeya, walaupun terbang tinggi pun, ia akan menyempatkan diri bertengger di antara ranting pohon seraya menikmati dunia.
Sebagai simpulan, ada pelajaran penting yang dapat kita ambil dari penjabaran makna di balik nama Garudeya. Bahwasannya akhlak dan budi pekerti ialah bekal utama bagi insan yang memiliki tujuan mulia dalam menuntut ilmu setinggi-tingginya. Dari situ, tumbuh kepiawaian luhur yang akan menjadi bekal sikap kita dalam menghadapi masyarakat kelak. Dengan lantaran Garudeya sebagai nama—karena nama adalah doa bagi pemiliknya—semoga kita semua dapat memanifestasikan visi misi madrasah.
GARUDEYA = Guided And Resilient Unity, Devoted Excellence of Young Achievers
Angkatan yang terbimbing, tangguh, berakhlak, berilmu, dan berkiprah memberi manfaat. (Al Muhajjaly & Bung Ketel)